Wednesday, October 29, 2014

How To Manage a Genius


 
“Salah seorang ulama muslimin di abad ini berkata: Tanyakan kepada sejarah, bukankah redupnya bintang peradaban kita tidak terjadi kecuali pada hari bersinarnya bintang para artis.” (DR. Thoriq As Suwaidan, Al Andalus At Tarikh Al Mushowwar)

Ketika para artis tampil seperti itu mendapat bayaran yg sangat fantastis, sedangkan peneliti berjibaku seperti apa, tdk mendapatkan penghargaan yg seharusnya. Ini bukan soal uangnya, tapi soal penghargaan terhadap “iqra bismirabbika alladhi khalaq”. Karena peradaban Islam dimulai dari sini, dari cendikiawan, peneliti, dari para ilmuwan. 

“Ilmu dihancurkan oleh hiburan. Nggak tau ya kalau ilmuwannya suka hiburan..” ujar Ust. Budi Ashari, Lc.  yang disambut tawa hadirin, sebagai kalimat penutup talkshow interaktif “How to Manage a Genius” pada Rabu, 29 Oktober 2014.

Talkshow interaktif yang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan peringatan 1 Muharram ini terbilang cukup menarik. Perkataan sang ustadz dihadapan puluhan peneliti yang hadir dirasa sangat mengena ke hati nurani terdalam. Berikut saya share dalam tulisan singkat ini.

***

Penyebab kejatuhan islam berabad-abad silam adalah karena orang-orang pintarnya berselisih. Mereka bekerja karena uang, menulis karena uang, sekolah karena uang. Dengan begitu, mudah terjadi gesekan. Dengan cara begitulah islam jatuh! -> sampai kalimat ini jujur banyak dari hati nurani para hadirin tertohok malu karenanya. Tapi tenang, kata ust. Budi itu artinya bagus Anda masih punya hati nurani jika merasakan itu. Patut diakui, itulah yang menjadi penyakit besar semua orang berilmu. Kalau kita orientasinya dunia, mudah sekali terjadi gesekan. Tapi kalau kita orientasinya langit, tidak akan terjadi gesekan. 

Dunia, bahasa arab yang juga bahasa Al-Qur’an yang artinya: dekat, pendek. Kalau niatnya dunia itu sering melelahkan, karena berfikir pendek-pendek. Takkan pernah ada karya besar dengan niat atau cara berfikir seperti itu. Karena itu berfikir panjang supaya tidak melelahkan.

Orang yang berfikiran panjang dia tahu target akhirnya. Ketika dihina, dicaci, disikut, disalip, bahkan dia mempersilahkan orang menyalip “oh ya silahkan saya segini nggak apa-apa” . Nanti suatu saat di jalan dia bertemu sama orang itu, dlm keadaan orang itu sudah terkapar kelelahan duluan, karena berfikir pendek.

“Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan diberikan ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Islam sangat menghormati orang yang berilmu. Namun Iblis tidak suka dengan orang yang menuntut  ilmu. Manusia di dorong untuk bodoh oleh iblis. 

Konon manusia melawan dengan cara menuntut ilmu, sekolah setinggi-tingginya. Iblis pun mendukung sampai setinggi-tingginya, kemudian dijatuhkan serendah-rendahnya lagi dengan cara menanamkan nilai di kepala kita “orientasi ilmunya untuk cari uang, cari dunia, bukan mencari ridho Alloh SWT”. Yang bodoh salah karena kebodohannya, yang pintar bahkan bisa jadi menolak kebenaran dengan ilmunya. Begitulah cara iblis menyesatkan manusia berilmu.

Jika iblis menggoda dari berbagai penjuru, maka di manakah tempat yang aman? Iblis tidak sanggup menyerang dari atas dan bawah. Kenapa? 

Dalam Qur’an surat Al Mulk, 67:5 disebutkan Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.

“Saya nggak tau IQ nya iblis berapa yang jelas pengalamannya sudah banyak. File-file nya sudah banyak. Mau goda dari depan-kanan kiri tidak masalah. Orang-orang jadi senang memakai istilah iblis, sayap kiri, sayap kanan. Jadi ekstrimis-ekstrimis itu kerjaan iblis”. – Ust.Budi. 

Kalau ke atas kita mendekat pada Alloh SWT, iblis tidak bisa memotong itu. Kalau ke bawah sudah dikubur sudah selesai urusan dengan iblis. Maka tempat yang paling aman adalah di tengah-tengah. Karena itu, konsep islam selalu di tengah. “Kami jadikan kamu umat yang tengah”. Tengah bisa jadi yang benar. Tidak ekstrim pada suatu pemahaman, tidak ekstrim di kutub tertentu. 

Posisi tengah sangat penting dalam islam. Contoh dalam ekonomi ada dua kutub ekstrim berlawanan, kutub liberal dimana kepemilikan pribadi dibebaskan sebebas-bebasnya. Atau kutub sosialis dimana kepemilikan pribadi tidak diakui sama sekali. Islam di mana? Di tengah!

Demikian pula soal kepemimpinan, ada dua pemahaman ekstrim, Jabariyah yang menganggap manusia seperti wayang, tidak bergerak kecuali digerakkan oleh dalang. Serta Qadariyah, tidak ada takdir-takdiran, semua gimana usaha. Islam di mana? Di tengah-tengah.

Aqidah yang tengah, ummat yang tengah. Yang tengah itu yang terbaik.

Tergambar juga sedikit cerita tentang tempat dimana kejayaan ilmuwan islam berkumpul pada masa lalu,  yakni Baitul Hikmah di masa pemerintahan Bani Abbasiyah khususnya di masa khalifah Al-Makmun. Dimana saat itu merupakan puncak golden age kejayaan ilmu pengetahuan kaum muslimin. Ilmuwan islam tidak hanya menguasai satu bidang kepakaran saja, tak ada satupun ilmuwan yang hanya menguasai satu bidang, tapi tiap ilmuwan pasti menguasai beberapa bidang sekaligus. Istilahnya, Al-Lamah, pakar di semua bidang ilmu. Berbeda dengan profesor masa kini yang hanya menguasai satu bidang ilmu saja itupun hanya sub atau bagian terkecil tertentu saja.

Alloh SWT sangat menghargai ahli ilmu. Ditempatkan di tempat bergengsi. Ilmuwan islam pada masa itu sangat diperhatikan dan difasilitasi. Selain mendapat bayaran yang sangat tinggi, semua keluarganya ditanggung negara. Sampai rumput untuk kudanya pun disediakan oleh negara. Kalau ilmuwannya membuat buku hadiahnya bukan uang, melainkan ditimbang bukunya kemudian diberi hadiah emas seberat timbangan itu. Semua fasilitas untuk lembaga penelitian gratis. Termasuk makan bagi siapapun yang mau belajar di tempat itu.

Sesungguhnya inovasi telah dilahirkan sejak berabad-abad silam di masa kejayaan Islam dan dikembangkan sendiri oleh para ilmuwan Islam. Dan mereka (para ilmuwan), adalah ilmuwan yang cerdas dalam arti sebenarnya, karena mereka tidak berorientasi pendek untuk dunia saja melainkan orientasi jangka panjang untuk akhirat. Imam Syafii berkata bahkan mengemukakan bahwa “Jika kau punya hati yang qanaah maka kau dan raja dunia ini sama” 

Jadi untuk apakah kita berkarya? Untuk apakah kepintaran dan ke-geniusan yang dianugerahkan kepada kita dimanfaatkan? Apakah kita hanya akan memasang terget-target jangka pendek yang melelahkan, atau justru memasang target jangka panjang yang sesungguhnya?

Barangkali kita merupakan produk masa lalu dimana sejak kecil kita dijejali doktrin untuk bersekolah setinggi langit agar mendapatkan pekerjaan yang bagus. Sehingga kita menuntut ilmu atas dasar target duniawi. Tidak tulus karena Alloh SWT. Ini jelas salah besar. Mengapa salah niat itu bahaya? Jelas. Hadits sahih. Sudah dibahas panjang lebar oleh para ulama bahwa “Segala amalan itu tergantung niatnya.” Hanya sikap qanaah dan syukur yang dapat menyelamatkan kita dari niatan menyimpang sebagai ilmuwan.

Kejayaan ilmuwan islam di masa lalu mengatakan bahwa para ilmuwan meneliti dan mengkaji ilmu itu bersumber pada Al-QUr’an dan hadits. Pada masa itu, Al-Qur’an dan hadits menjadi acuan segala ilmu. 

Sebagai contoh, qur’an bilang akhir zaman akan banyak gempa maka peneliti mengembangkan bangunan tahan gempa jika peneliti itu visioner mengkaji qur’an untuk bahan penelitiannya. Tentang antibiotik pun telah disebutkan dalam hadits, kemudian peneliti dapat meneliti antibiotik yang bersumber dari tanah. Karena Rasulullah bilang kalau terkena najis anjing harus dicuci 8x salah satunya dengan tanah, karena tanah dapat mematikan kuman.

Jadi yang seharusnya dikirim ke pesantren untuk belajar dan mengkaji Al-qur’an adalah orang-orang cerdas. Agar ilmunya dapat digunakan untuk menyelamatkan umat manusia. Para ilmuwan dapat menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai acuan untuk bahan penelitian dan kajiannya.

Dengan kecerdasan intelektual (otak), kita bisa saling bertengkar. Tapi kalau masing2 merekat kerena iman, ga mungkin akan berantem. Karena iman adanya di hati. Karena Alloh SWT yg menyatukan hati. Karena itu berpeganglah ke "atas" (kpd AllohSWT) kuat2, maka inilah penyatuan hati yg luar biasa besar kekuatannya.



Monday, February 10, 2014

Everything is Awesome - Teamwork is Better than Working Alone

Setelah nonton film "Lego Movie", otot-otot yang tegang sedikir mengendur. Gurat-gurat kepenatan selama beberapa minggu terakhir hilang sudah *ehm..agak sedikit lebay ya* :p
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari film yang diperuntukkan bagi semua usia ini, diantaranya...

Everything is Awesome, ketika lagu ini dinyanyikan semua yang ada dalam tim menjadi sangat bersemangat untuk bekerja melakukan yang terbaik, sesuai instruksi tentu saja. Follow the Instruction, ini kata2 yang jadi favorit nya si tokoh utama, Emmet.

Ada juga kata-kata bijak dari sang guru yang membuat ramalan, ketika menyadari keistimewaan yang dimiliki "The Special", Emmet, bahwa pikirannya masih kosong, bersih, dan sangat orisinal. Hal ini lah yang membuat kursi bertingkat nya Emmet yang dianggap hal bodoh oleh orang-orang pintar disekelilingnya, justru menjadi satu-satunya benda yang menyelamatkan mereka semua ketika terhempas ke tengah lautan.

note: Emmet membuat kursi bertingkat itu hanya dengan pemikiran bahwa dengan membuat kursi yang dapat memuat banyak orang itu dia dan teman-temannya bisa nonton bersama-sama. so simple.

Ini sering terjadi di sekitar kita. Dimana orang atau bahkan karya yang kita remehkan, karena kita merasa lebih pintar, lebih berbakat, lebih "pantas" disebut spesial, dari pada seseorang yang kita anggap "bukan siapa-siapa", justru sebenarnya adalah orang atau karya yang luar biasa.

Seringkali kesombongan kita lebih angkuh mencuat ke permukaan. Merasa diri kita spesial. Merasa "seharusnya kitalah yang mendapat predikat, The Special". Dan merasa tak ada orang lain yang lebih pantas mendapatkan hal itu dibanding kita. Apalagi kalau melihat tampilan luar dan karya nyata yang sudah dibuat selama ini menunjukkan bahwa orang tersebut memang tidak ada apa-apanya dibanding kita.

Tapi seperti juga dikatakan Emmet di saat krusial terakhir mereka, bahwa memang si Emmet tidak se-brilian mereka, tidak pernah membuat karya hebat seperti mereka.
"Aku memang bukan apa yang orang sebut dengan tipe kreatif, aku hanya seorang kuli bangunan biasa, tapi aku dan tim ku bisa membuat bangunan-bangunan hebat karena mengikuti instruksi saat bekerja sama dalam satu tim. Bayangkan jika itu kalian lakukan. Pasti akan menghasilkan karya yang jauh lebih hebat lagi!"

Yap! Kata-kata itulah yang paling terasa dalam buat saya. Memang tanpa kita sadari, seringkali kita merasa kita yang paling pantas. Karena kita merasa pintar, hebat, dan bisa melakukan segala sesuatu dengan sempurna dan mampu melakukannya SENDIRIAN.

Tapi apa yang terjadi ketika orang-orang pintar & sangat berbakat ini digabungkan dalam satu tim? Tak jarang yang terjadi justru tim yang kacau. Karena mereka semua terbiasa individualis bekerja sendirian. Ketika mereka masuk dalam tim, mereka tak mampu menyingkirkan ego nya untuk menyesuaikan diri bersama kepentingan tim nya, follow the instructions as Emmet said, dan cenderung tetap ingin menjadi the one special dalam tim.

Padahal ketika kita mampu menyingkirkan ego pribadi, bahwa ini adalah kerja tim, karya tim, maka bisa jadi gabungan dari orang-orang berbakat dan cerdas itu dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk menyelamatkan, bukan hanya menyelamatkan kepentingan tim itu saja tapi bahkan menyelamatkan kepentingan semua orang.

Seperti yang banyak terjadi di sekitar kita, seringkali orang yang dulunya paling pintar, the number one at school (but don't have friends), pada suatu hari ke depan, bisa kalah sukses dengan temannya yang dulunya biasa-biasa saja kemampuan akademiknya, namun memiliki banyak teman.

Dinosaurus pada masa kejayaannya pun tak ayal lagi merupakan binatang yang paling besar, paling kuat, tapi tetap saja makhluk itu punah habis.

Orang yang paling cerdas bukanlah yang paling kuat, paling besar, paling menonjol, atau yang paling sukses saat ini. Orang yang cerdas sesungguhnya adalah yang mampu beradaptasi, berbaur dalam tim, menyesuaikan diri untuk bersama-sama menunaikan apa yang menjadi tujuan tim nya.

Satu batang lidi tak mampu melakukan apapun, tapi ketika banyak lidi bergabung menjadi satu, terikat dlm ikatan tim yang kuat, maka banyak hal yang dapat dilakukannya.

Wednesday, February 05, 2014

Idealisme vs Peranan Sosial, Berdamai dengan Keadaan




LET IT GO - FROZEN

The snow glows white on the mountain tonight, not a footprint to be seen.
A kingdom of isolation and it looks like I'm the queen.
The wind is howling like this swirling storm inside.
Couldn't keep it in, Heaven knows I tried.

Don't let them in, don't let them see. Be the good girl you always have to be.
Conceal don't feel, don't let them know. Well, now they know! 
Let it go, let it go! Can't hold it back anymore.
Let it go, let it go! Turn away and slam the door.

I don't care what they're going to say.Let the storm rage on.
The cold never bothered me anyway.

It's funny how some distance, makes everything seem small.
And the fears that once controlled me, can't get to me at all 
It's time to see what I can do, to test the limits and break through.
No right, no wrong, no rules for me. I'm free!

Let it go, let it go. I am one with the wind and sky.
Let it go, let it go. You'll never see me cry
Here I stand, and here I'll stay. Let the storm rage on.
   
My power flurries through the air into the ground. My soul is spiraling in frozen fractals all around
And one thought crystallizes like an icy blast I'm never going back; the past is in the past!

Let it go, let it go. And I'll rise like the break of dawn.
Let it go, let it go That perfect girl is gone Here I stand, in the light of day.
Let the storm rage on! The cold never bothered me anyway

 ***

Mendengar lagu soundtrack film FROZEN yang satu ini, seolah mengingatkan tentang betapa kita kerap kali hidup dikelilingi berbagai peran sosial. Peran sebagai anak, peran sebagai manusia secara pribadi, dan berbagai macam peranan sosial lainnya. 

Gampanngnya, peran sosial ini identik dengan "tuntutan" yang diinginkan lingkungan terhadap seseorang. Misalnya, saat Anda sedang menjalankan profesi sebagai seorang dokter maka Anda harus bersikap selayaknya seorang dokter. Layak yang dimaksud seperti apa? Ya layak versi yang diinginkan lingkungan, misalnya: berwibawa, jaga image, baik, ramah, melayani konsultasi tanya jawab hingga puas, RUM (rational use of medicine), pro asi, dll... Padahal jika menilik lebih dalam ke lubuk hati, bisa saja sebenarnya bukan gaya seperti itu yang Anda sukai.

Sering dengar pernyataan seperti ini? "Masa dokter begitu" atau "Masa guru begitu" atau "masa...masa....masa begini begitu..." yg lain... Nah, ini terjadi jika perilaku Anda tidak sesuai dengan peranan sosial yang diinginkan atau tidak sesuai dengan yang umum terjadi di lingkungan.

Dalam kultur budaya Indonesia dimana peran otoritas orang tua masih sangat kental, sering kali seorang anak dituntut untuk bersikap "baik" sesuai keinginan orang tua. Atau bahkan untuk sebuah cita-cita pun, orang tua sangat besar porsi pengaruhnya. Seringkali belakangan membuat sang anak pada akhirnya menyadari bahwa kehidupannya tidak sesuai dengan kata hatinya, demi selama ini hanya berusaha menjadi “good boy” alias anak baik yang baik sesuai kemauan orangtuanya…

Tak jarang saya menemui kisah nyata mantan petinggi suatu perusahaan di usia pensiunnya hanya ingin dirumah, berkebun. Melakukan apa yang menjadi panggilan hatinya sejak lama namun tak bisa dilakukannya saat ia berada di puncak kesuksesan. Tentu saja kesuksesan yang pastinya membanggakan orang tua nya. Dan di akhir sisa usia produktifnya, apa yang menjadi passion nya itu baru dapat dilakukannya.

Memang dalam hidup ini banyak terjadi bentrok atau bahkan pertentangan yang cukup frontal antara idealism hati pribadi seseorang dengan peranan sosial yang melingkupi lingkungannya berada. Faktanya, kita tak dapat mungkin membahagiakan hati semua pihak (lingkungan dan diri sendiri sekaligus). Tetap ada “perasaan” yang dikorbankan. Kalau bukan perasaan orang lain yang dikorbankan, ya perasaan kita sendirilah yang harus kita kesampingkan sementara waktu. Bahkan mungkin juga kita terpaksa harus menggantukan sementara cita-cita hati kita karena satu dan berbagai hal.

Namun sebenarnya masih ada alternatif “berdamai” dengan lingkungan, terutama orang tua yang selama ini membesarkan dan mendidik kita sehingga bisa menjadi seperti kita yang sekarang ini. 

Berpulang pada prinsip: Ridho Alloh SWT adl Ridho nya orangtua, sebisa mungkin kita jg dapat menyukai apa yang orang tua harapkan, sehingga kalaupun kita akhirnya menjalankan segala ssesuatu, itu sudah atas restu orang tua. Terlalu frontal dan menentang dengan keras sama saja menjadi malin kundang jaman modern bukan? Selama hal itu baik dan banyak memberi manfaat, dan terutama, dapat membahagiakan orang tua kita, why not

Banyak dari kita pasti juga pernah mengalami kondisi  "test the limits and break through, and free!" seperti kebanyakan anak di dunia ini. Mau bebas melakukan apa yang disuka. Tapi ketika itu bertentangan dan bahkan membuat orang tua kecewa, rasanya tetap hampa juga di hati.... Bahkan rasanya malah lebih nyaman ketika kita melihat senyum bangga terpatri di wajah kedua orang tua kita

Terus, kapan jadi “diri sendiri” nya dong? Hey.. jangan lupa… setiap manusia dianugerahi kemampuan yang multidahsyat untuk menjalankan berbagai peranan sosial itu tadi. Dan kita semua punya cukup waktu yang sama, 24jam sehari! Jadi atur waktu sebaik-baiknya. Pasti bisa. Tetap jadi diri sendiri dan bahagia, tapi juga hidup di jalan yang diridhoi orang tua kita.. 

Sebelum menyesal dengan sangat terlambat ketika orang tua sudah tak ada di dunia, karena kita telah banyak membuatnya kecewa... Ketika rasa sesal dan kecewa itu muncul, orang tua kita sudah tak lagi dapat kita sentuh dan tak dapat lagi untuk bersimpuh di kakinya untuk meminta maaf...
 
Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani soghiroh..


*mendadak terasa sesak di dada*

In memoriam of my father... 3 feb 1960- 14 Jan 2013