Menemukan Wilayah Sukses Tuesday, 23 December 2008 (Sindo) oleh: Habiburrahman El Shirazy (Penulis Novel Ayat Ayat Cinta)
Ini sepenggal kisah menarik dari salah satu ilmuwan besar abad ke-20,namanya Paul Adrien Maurice Dirac.Dunia mengenalnya sebagai fisikawan Inggris yang dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisika 1933 bersama Erwin Schrödinger.
Paul Dirac yang lahir di Bristol pada 1902 dikenal sebagai pembangun matematika teori mekanik kuantum—efek fisik bagian terkecil atom.Dirac menyelesaikan pendidikan dasarnya bukan pada bidang matematika, tetapi teknik elektro. Meskipun mendapat peringkat sangat bagus di kelasnya,dia merasa tidak begitu bagus dalam bidang tersebut. Bahkan guru-gurunya, sebagaimana ditulis oleh JG Crowther dalam biografi Dirac, sama sekali tidak menganggapnya sebagai seorang jenius.
Akhirnya dia pindah bidang dan wilayah yang lebih sesuai dengan jiwanya.Sejarah mencatat, dia mengambil keputusan yang tepat. Setelah masuk jurusan matematika di Boston University dan melanjutkan ke St.John’s College,Cambridge, Dirac dapat membuktikan bahwa dirinya memiliki kekuatan intelektual luar biasa.
Pada usia 24 tahun, Dirac menyelesaikan PhD-nya dari Universitas Cambridge. Di bidang matematika, Dirac menemukan bakat dan wilayah suksesnya.Keberhasi lannya sebagai ahli matematika fisika sangatlah hebat.Setelah membawa makalah pertama Werner Heisenberg mengenai mekanika kuantum pada 1925, Dirac segera merancang teori yang lebih umum dan pada tahun berikutnya merumuskan kaidah ekslusi Wolfgang Pauli menurut prinsip mekanika kuantum.
Dia mempelajari perilaku statistik partikel yang memenuhi asas Pauli,seperti elektron. Hal itu juga dipelajari secara independen oleh Enrico Fermi beberapa waktu sebelumnya. Hasilnya disebut statistik Fermi-Dirac untuk menghormati mereka berdua. Pada tahun 1928, Dirac memublikasikan teori “angka p-q”, sebuah “teknik matematika yang sangat murni dan elegan”.
Pada kajiannya,Dirac begitu teliti mempelajari gabungan teori relativitas khusus dan teori kuantum sehingga menghasilkan teori elektron yang memungkinkan penjelasan spin dan momen magnetik elektron serta meramalkan keberadaan elektron yang bermuatan positif (positron).Partikel itu kemudian ditemukan CD Anderson dari Amerika Serikat pada 1932. Pada tahun 1930, Dirac memublikasikan bukunya tentang mekanika kuantum, yang segera menyedot perhatian para ilmuwan.
Pada tahun 1930, ketika belum sampai berumur 30 tahun, Dirac diangkat menjadi guru besar di Cambridge dengan gelar Lucasian Professor of Mathematics, sebuah jabatan yang pernah diduduki Isaac Newton.Dan ketika ia menerima Hadiah Nobel pada tahun 1933, namanya semakin kokoh sebagai salah satu ilmuwan paling berpengaruh pada abad ke-20. Yang menarik dari kisah hidup Dirac, menurut saya, adalah keputusan Dirac untuk tidak berhenti begitu saja setelah menyelesaikan pendidikan S-1-nya di bidang teknik elektro.
Dia mungkin saja bisa sukses di bidang itu,tapi ia merasa itu bukan wilayah terbaiknya.Dia memenuhi panggilan terkuat dari minat dan bakatnya yaitu matematika. Dia bekerja keras dalam bidang yang diminatinya itu, dan dia berkembang dengan pesat. Dirac bahkan mampu melahirkan kecerdasan inovatif yang mengagumkan dalam bidang yang dicintainya itu. Sebagaimana Dirac, banyak sekali di dunia ini orang-orang yang sukses karena berani mengambil keputusan untuk masuk dalam wilayah yang paling sesuai dengan jiwa dan minatnya.
Orang-orang yang mampu menemukan wilayah suksesnya sendiri,tanpa ikut-ikutan orang lain. Pada bidang yang lain, di negeri ini, Taufiq Ismail adalah sastrawan besar yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Seorang Taufiq Ismail,kini dikenal sebagai sastrawan terkemuka yang berhasil karena keberaniannya untuk hidup dalam bidang yang paling diminati dan dicintainya yaitu sastra.Taufiq Ismail menyelesaikan pendidikannya sebagai dokter hewan. Namun dia merasa bukan di situ wilayah terbaiknya untuk sukses.Dia berpindah untuk menekuni sastra.
Dan dia berhasil.Dia dikenal sebagai seorang sastrawan besar yang namanya akan terus dikenang dalam sejarah sastra Indonesia. Seandainya Taufiq Ismail berhenti mencari wilayah terbaiknya untuk sukses, Ind o - nesia kemungkinan besar tidak akan pernah mendengarkan lagu-lagu penyejuk kalbu yang indah seperti Aisyah Adinda Kita, Sajadah Panjang, dan sebagainya.
Juga tidak akan mendengar puisi-puisi berjiwa dalam Tirani dan Benteng. Pada hari Sabtu kemarin, 20 Desember 2008, saya berjumpa dengan Deddy Mizwar dalam acara Festival Budaya Islamyang diadakan Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Kami hadir untuk duduk bersama sebagai pembicara dalam seminar budaya.Yang menarik untuk saya catat adalah ternyata seorang Deddy Mizwar dulu pernah menjadi PNS, alias pegawai negeri sipil. Dia merasa tidak nyaman menjadi PNS. Dia merasa bukan sebagai PNS wilayah sukses terbaiknya. Akhirnya, dia keluar.
Dia menemukan jiwanya sebagai seorang aktor dan seniman.Dia berhasil. Deddy Mizwar, saat itu berseloroh pada saya,“Seandainya tidak mengambil keputusan keluar jadi PNS,mungkin saya sudah jadi seorang lurah di suatu daerah ha ha ha.” Lain lagi dengan John Grisham.Awalnya dia berkarier di bidang hukum. Hampir setiap hari, dia berada di ruang sidang.
Dia banyak menghabiskan waktunya untuk menangani banyak kasus dan menyaksikan para pengacara tangguh memperdebatkan kasus mereka. Suatu ketika Grisham mengikuti sebuah kasus yang menginspirasikan dirinya untuk menulisnya dalam sebuah cerita. Dia pun coba-coba membuat novel.Novel itu ia beri judul Deathknell. Ia tawarkan ke beberapa penerbit, tapi ditolak. Sampai akhirnya pada Juni 1989, ada sebuah penerbit yang bersedia menerbitkannya dalam oplah yang sangat kecil untuk ukuran Amerika,hanya 5.000 eksemplar.
Penerbit itu mengubah judul novelnya menjadi A Time to Kill. Novel A Time to Kill itu, tidak bisa dikatakan sukses. Grisham sendiri mengakui dengan mengatakan,“ Buku itu terjual baik dalam radius seratus mil di sekitar rumah, tapi di luar itu tidak ada yang menghiraukan.” Namun begitu, Grisham merasa telah menemukan wilayah yang sesuai dengan minatnya, wilayah terbaiknya untuk sukses. Meskipun novel pertamanya tidak dihiraukan orang,ia berani mengambil keputusan keluar dari tempatnya bekerja untuk fokus menulis novel.
Tak lama setelah itu,ia berhasil menyelesaikan novel keduanya The Firm. Novel keduanya The Firm,sukses besar. Bahkan, memecahkan rekor, selama 77 minggu berturut-turut selalu menduduki posisi atas dalam daftar best seller dunia. Sejak itu karyanya terus mengalir, dan hampir semuanya best sellerdunia. Bahkan, A Time to Kill pun kemudian termasuk novel paling diminati di dunia.
Sebagaimana Paul Dirac,Taufiq Ismail, Deddy Mizwar, dan John Grisham, sesungguhnya setiap orang memiliki wilayahnya sendiri-sendiri untuk sukses,tempat di mana dia bisa menjadi hebat. Jika seseorang belum sukses di suatu bidang, mungkin itu bukan bidang terbaiknya. Perlu tambahan ikhtiar dan keberanian mencari bidang terbaik untuk sukses.
Dan itu memerlukan keteguhan dan kekuatan prinsip untuk tidak ikut-ikutan orang lain.Karena bisa jadi wilayah sukses orang itu berbeda-beda. Saat ini jika kita lihat di sekeliling kita, budaya me too,atau budaya ikut-ikutan begitu menjamur di negeri kita. Beberapa waktu yang lalu sangat populer adanya orang sukses berbisnis tanaman hias seperti gelombang cinta dan sebagainya.Lalu orang berbondong-bondong ikut. Dan terbukti yang ikut-ikutan banyak yang rugi. Sekarang ketika kran demokrasi benarbenar dibuka, banyak yang berbondongbondong ikut-ikutan pilkada.
Bahkan, di sebuah daerah di Jawa Timur ada orang yang sudah sukses dengan usahanya,lalu ia ikut mencalonkan diri dalam sebuah pilkada. Dia kalah. Dia rugi miliaran rupiah, bahkan utangnya menumpuk. Dia stres dan bunuh diri. Nau`dzubillah min dzalik. Sekarang ini jika kita berjalan ke mana saja, ribuan wajah tidak kita kenal nampang di pinggir-pinggir jalan. Mereka mengiklankan diri untuk dipilih sebagai anggota DPR atau DPRD. Sebagian mereka sudah ada yang sukses di bidangnya,sebagian lagi ada yang coba-coba.
Sebagian ada yang benar-benar punya kemampuan dan kredibilitas untuk dipilih sebagai wakil rakyat, sebagian lagi ada yang memimpin rumah tangganya saja tidak becus.Ada yang merasa terjun dalam dunia politik adalah jiwanya, tidak sedikit yang ikutikutan. Jika bangsa ini ingin maju dan jaya,haruslah dimulai dengan mengokohkan jati diri bangsa dan rakyatnya.
Di antaranya, dengan membuang jauh-jauh budaya ikutikutan. Bangsa-bangsa besar adalah bangsa yang memiliki national building yang jelas, kokoh,dan kuat.Sekali lagi bukan ikutikutan, sebab yang cocok untuk bangsa lain belum tentu cocok untuk bangsa kita. Wallahu a`lam.
Salatiga,22 Desember 2009
1 comment:
sukses...
hmmmm, sukses itu apa ya?
lahan yang harus digarap?
puncak yang harus didaki?
atau roda yang berputar yang jika kita menunggunya pasti dia akan datang?
semuanya tentang sukses bukan yang harus diharapkan.. untuk berjuangnya saja membutuhkan banyak waktu, usaha. apalagi untuk mendapatkannya.
tapi sukses juga bukan misteri yang ga bisa dipecahkan, selalu ada jalan keluarnya.
salah satunya adalah dengan bermimpi...
jika ga dapet suksesnya,,,
ya paling tidak dapat mimpinya...
lumayan bisa buat memuaskan diri..
Post a Comment